Kementerian Luar Negeri mengimbau WNI yang berada di sekitar perairan daerah Sabah untuk tak melaut karna ada potensi kelompok militan Abu Sayyaf di Filipina ingin kembali beraksi merampok dan juga menculik.

Imbauan khusus ini ditujukan untuk para WNI yang bekerja menjadi pelaut atau nelayan di Laut Sulu yang telah mencakup Sabah Malaysia, Filipina selatan dan juga Sulawesi --wilayah perairan rawan penculikan anak buah kapal (ABK) oleh Abu Sayyaf.

"Kami juga memahami jika potensi ancaman keamanan masih ada di sana," ungkap pelaksana tugas direktur perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, yakni Judha Nugraha, membenarkan potensi ancaman dari Abu Sayyaf di perairan tersebut.

Hal itu disampaikannya pada sela-sela 'Rapat Koordinasi Pelayanan Publik dan Perlindungan WNI di Luar Negeri' di Jakarta, Senin (9/9).

"Perwakilan kita kini menerima informasi-informasi dari berbagai macam sumber," kata Judha.

Judha juga membenarkan adanya surat edaran dari KJRI Kota Kinabalu, Sabah. Konsulat itu memperkirakan jika tiga kelompok sempalan atau terafiliasi Abu Sayyaf meninggalkan Jolo, Filipina Selatan sejak 30 Agustus 2019, untuk menuju Sabah.

Mereka diduga juga mencari peluang penculikan demi tebusan supaya mendanai kegiatan militannya di Mindanao, Filipina --aksi tipikal yang sudah dilakukan kelompok tersebut sejak beberapa tahun terakhir.

Surat edaran ini diyakini ditargetkan kepada warga negara Indonesia yang berada di industri perikanan dan juga bekerja menjadi awak kapal supaya lebih berhati-hati saat menuju ke laut --Malaymail melaporkan.

Saat dikonfirmasi tanggal 3 September lalu, Konsul Jenderal RI di Kota Kinabalu, Krishna Djelani turut membenarkan surat edaran tersebut dan telah menambahkan jika "Potensi ancaman (Abu Sayyaf) masih ada, oleh karena itu, KJRI Kota Kinabalu senantiasa mengingatkan WNI di Sabah khususnya untuk para nelayan supaya tetap waspada," katanya melalui pesan singkat kepada Liputan6.com.

Menambahkan di Jakarta, 9 September, Judha mengatakan, "Perwakilan kita, KJRI Kota Kinabalu dan Konsulat RI di Tawau terus memantau situasi keamanan di sana, serta memberikan informasi yang lengkap kepada para WNI, terutama yang bekerja sebagai ABK di kapal Malaysia."

Pelaksana tugas direktur perlindungan WNI Kemlu RI, Judha Nugraha juga mewanti-wanti agar para ABK Indonesia tidak pergi melaut jika ada kondisi keamanan menunjukkan tanda-tanda "ancaman nyata".

"Jika memang sekiranya ada ancaman keselamatan yang nyata, kami bisa segera mengimbau agar tidak melaut terlebih dahulu sampai kondisinya aman," tegas diplomat karier Kemlu RI itu.

Selama lima tahun terakhir, total ada 43 kasus penyanderaan WNI di luar negeri, dengan 36 di antaranya terjadi di perairan selatan Filipina.

Per tahun 2019, Kementerian Luar Negeri RI menyatakan bahwa sudah tidak ada lagi WNI yang tersandera di luar negeri.

Kasus penyanderaan terakhir terjadi pada September 2018, ketika dua nelayan asal Sulawesi, diculik militan Abu Sayyaf di perairan pulau Semporna, Sabah. Mereka kemudian disandera di salah satu dari gugus kepulauan Mindanao.

Keduanya telah berhasil dibebaskan berkat kerja sama berbagai aparat dengan pemerintah RI, Malaysia dan Filipina.