Pasukan keamanan Irak yang menembak mati setidaknya ada 13 demonstran dalam 24 jam terakhir. Pada beberapa pekan terakhir, gelombang unjuk rasa yang terjadi di sejumlah kota dan di ibu kota negara, Baghdad. Para pengunjuk rasa telah memprotes partai-partai politik yang mengendalikan pemerintah.

Setelah delapan orang tewas hari Senin, pasukan keamanan juga menembak mati setidaknya ada lima orang dalam semalam dan pada Selasa dini hari, termasuk juga ada satu tewas dengan tembakan langsung ke arah prosesi pemakaman demonstran yang telah meninggal beberapa jam sebelumnya, sumber keamanan dan medis telah mengatakan kepada Reuters, seperti dilansir dari laman Al Arabiya, Rabu (6/11).

Ada lebih dari 260 warga Irak tewas dalam unjuk rasa sejak bulan Oktober memprotes pemerintah yang dinilai korup dan memang dikuasai pihak asing, terutama Iran.

Tewasnya para demonstran ini terjadi selama pekan pertama unjuk rasa, pada saaat penembak meletuskan tembakan ke kerumunan pengunjuk rasa dari atap bangunan di Baghdad. Tapi setelah pemerintah menghentikan penggunaan kekerasan, unjuk rasa juga makin meningkat pada 12 hari terakhir.

Kekerasan kembali terjadi lagi sehari setelah Perdana Menteri Irak Adil Abdul Mahdi juga mengimbau para pengunjuk rasa untuk menghentikan aksi. Menurut Mahdi, tuntutan para pengunjuk rasa sudah tercapai dan unjuk rasa memang berdampak kepada perekonomian.


Pada pidatonya di televisi hari Selasa, Mahdi juga mengatakan unjuk rasa berdampak pada perekonomian negara dan memang meminta pengunjuk rasa menahan diri tak merusak properti publik dan pribadi.

"Ada juga banyak cara menyampaikan pendapat tanpa mengganggu aktivitas publik," ungkapnya.

Abdul Mahdi juga mengatakan ia bersedia mundur jika para politikus setuju untuk pergantian dan akan berjanji melakukan sejumlah perbaikan. Tapi para pengunjuk rasa tidak puas dan meminta seluruh jajaran politikus untuk mengundurkan diri.

"Setelah gelombang pertama unjuk rasa, kami juga memberi pemerintah tenggat waktu hingga 25 Oktober supaya bisa melakukan reformasi," ungkap pengunjuk rasa berumur 30 tahun, yang juga menolak menyebut namanya demi alasan keamanan, di Baghdad.

Ia juga mengatakan penggunaan kekerasan semakin membuat brutal para pengunjuk rasa yang awalnya hanya menuntut reformasi hukum dan konstitusi. Sekarang mereka ingin perubahan secara menyeluruh dalam pemerintahan.