Semua pengunjuk rasa Hong Kong kini kembali menentang larangan polisi supaya mengadakan pawai, Minggu (15/9). karenanya, pawai yang semula berjalan damai pun menjadi berubah rusuh.

"Tolak Beijing! Bebaskan Hong Kong!" teriak semua ribuan pengunjuk rasa yang ada membanjiri jalanan di pusat kota.

Dikutip dari laman TIME, tidak lama setelah pawai dimulai, pengunjuk rasa juga mendirikan barikade di Harcourt Road, dekat kantor legislatif Hong Kong. Mereka juga kemudian melemparkan batu dan bom molotov.

Aksi demonstran ini dibalas petugas kepolisian dengan menyiramkan meriam air ke arah demonstran. Tidak hanya itu, petugas juga telah menggunakan tembakan gas air mata dan juga peluru karet, andalan senjata yang selama ini juga digunakan kepolisian Hong Kong supaya menghalau aksi massa.

Kerusuhan pun tak bisa terhindarkan. Dengan situasi yang tidak kondusif, anggota legislatif yang berada pada sekitar lokasi akhirnya sudah dievakuasi.

Pengunjuk rasa yang juga telah memprotes pemerintahan Beijing itu juga dan membakar bendera kenegaraan China. Spanduk yang besar dan sudah dipasang untuk memperingati hari kemerdekaan China tanggal 1 Oktober mendatang, dan telah dimusnahkan.

TIME juga melaporkan, stasiun kereta bawah tanah (MTR) juga bisa menjadi sasaran amukan dari massa. Sejumlah demonstran yang telah melampiaskan kemarahannya kepada petugas MRT karena dianggap sudah mendukung pemerintah. Demonstran yang menilai, petugas MRT tidak adil karna menutup stasiun pada saat massa harus membubarkan diri, tapi mengangkut para polisi anti huru hara untuk menuju lokasi demo.


Kerusuhan kemarin juga telah mengakibatkan kantor legislator Beijing terbakar. Sementara di malam harinya, sejumlah demonstran dilaporkan juga diserang oleh kelompok pro-pemerintah dengan alat pemukul.

Banyak pengunjuk rasa mengancam ingin melakukan aksi yang sangat besar lagi, jika pemerintah belum ingin mengabulkan seluruh tuntutan dari mereka.

Sebelumnya, Pemimpin Eksekutif Hong Kong sudah mencabut RUU ekstradisi yang menjadi satu dari lima tuntutan utama dari semua pendemo. Tapi , para pengunjuk rasa pro-demokrasi belum puas dengan keputusan tersebut. Demonstran kini masih menuntut hak yang mengadakan pemilihan umum secara demokratis, juga membentuk penyelidikan independen dari tindakan polisi selama menangani demonstran.

"Ketika kami ingin menyampaikan sesuatu dengan damai dan tenang, hal ini tak berhasil," kata Ken, seorang demonstran berumur 46 tahun.


Demonstrasi tahun ini juga menjadi yang terlama dan terparah di Hong Kong. Gejolak politik ini dimulai dari saat pemerintah membuat RUU ekstradisi dan memungkinkan warga Hong Kong diadili dari hukum pengadilan China daratan. Tapi, tuntutan demonstran juga kemudian meluas.

Beberapa minggu terakhir, demonstran telah menyerukan kemerdekaan untuk Hong Kong. Pengunjuk rasa menginginkan supaya Hong Kong bisa lepas dari bayang-bayang pemerintahan Beijing. Hal itu membuat pemerintah Beijing marah dan ingin mengecam demonstran menjadi kelompok separatis.

Sejak 1997, Kerajaan Inggris menyerahkan kekuasaan wilayah Hong Kong kembali ke China daratan. Meski demikian, wilayah itu tidak sepenuhnya mengikuti aturan China daratan. Hong Kong memiliki otonomi khusus dan juga menganut format "satu negara, dua sistem".