Jelang peringatan 70 tahun berdirinya Republik Rakyat China yang jatuh pada tanggal 1 Oktober, Hong Kong sudah bersiap untuk menghadapi kerusuhan. Terutama pada wilayah yang di perintah oleh China.

Diperkirakan ribuan orang akan berkumpul di pusat kota Hong Kong di malam hari tersebut. Hal ini setelah pihak berwenang juga memberikan izin berkumpul di Tamar Park, samping Dewan Legislatif Hong Kong (28/9).

Dilansir di laman Channel News Asia, Hong Kong pada akhir pekan ini juga akan menyambut protes 'umbrella' ataupun aksi unjuk rasa pro-demokrasi dimulai sejak tahun 2014 karna telah gagal merebut konsesi dari Beijing.

Aksi unjuk rasa di hari Minggu juga diharapkan untuk menandai Hari Anti-Totaliterisme Global. Acara solidaritas direncanakan terjadi pada kota-kota di seluruh dunia termasuk Paris, Berlin, Taipei, New York, Kiev hingga sampai London.


Sementara ini, protes terbesar kemungkinan terjadi di hari nasional China 1 Oktober 2019. Demonstran juga telah mengatakan, mereka juga berencana supaya menggunakan liburan untuk mendorong seruan demokrasi yang juga lebih besar ke panggung internasional.

Selain ini, mereka juga juga berupaya mempermalukan penguasa politik China di Beijing. Para aktivis Hong Kong yang sedang merencanakan untuk menggerakan massa. Kerumunan akan bergerak dari Victoria Park di distrik Causeway Bay yang ramai juga menuju Charter Garden yang dekat markas pemerintah.

Berbagai perayaan resmi telah dikurangi. Pihak berwenang juga ingin menghindari upaya untuk mempermalukan Beijing pada saat Presiden China, Xi Jinping juga berusaha untuk memproyeksikan citra kekuatan dan juga persatuan nasional.

Pada sisi lain, unjuk rasa pro-Beijing juga telah direncanakan terjadi pada kota tersebut. Hal ini untuk meningkatkan prospek bentrokan.

Hong Kong sudah bergejolak oleh aksi unjuk rasa keras selama berbulan-bulan. Aksi yang sudah dilakukan mulai dari memblokir jalan Hong Kong, merusak fasilitas kota, dan menutup akses bandara Hong Kong, sampai merusak stasiun bawah tanah.

Sementara ini, aksi demonstran juga ditanggapi oleh aparat dengan tembakan gas air mata, semprotan merica, dan juga tindakan keras lainnya.

Unjuk rasa mulanya hanya untuk menuntut menolak RUU ekstradisi di mana pelaku kejahatan diadili ke daratan China, hingga tuntutan-tuntutan lain yang juga muncul sejalan dengan aksi demo tersebut, menjadi gerakan pro-demokrasi yang cukup luas.

Demonstran marah terkait adanya intervensi dari China kepada Hong Kong. 1997 menjadi awal intervensi China setelah adanya formula "satu negara, dua sistem".

China juga menyatakan memiliki komitmen terhadap formula yang juga ditetapkan dan menuduh negara asing yang juga justru ikut campur termasuk yakni Amerika Serikat dalam kerusuhan yang terjadi. Perekonomian Hong Kong terkena imbasnya yang berada di ambang krisis pada satu dekade.

Jumlah wisatawan yang datang ke Hong Kong pun juga mengalami penurunan, kata Menteri Perdagangan Hong Kong, Yau Tang-wah. "Kedatangan di Agustus turun 49,6 persen," ungkapnya.

Meskipun RUU ekstradisi tersebut sudah ditunda oleh pemimpin kota Carrie Lam, namun aksi unjuk rasa terus saja dilakukan, melihat tuntutan-tuntutan lain masih belum dipenuhi.