PBB sudah menyerukan supaya demonstrasi anti-pemerintah di Irak bisa segera berakhir. Imbauan ini karna banyak nyawa yang telah melayang sia-sia. Jumlah dari korban meninggal dilaporkan hampir mencapai 100 orang.

Demonstran juga telah mengatakan mereka harus mengambil sikap yang menentang pengangguran, layanan publik yang buruk dan juga korupsi di negara itu.

Jeanine Hennis-Plasschaert, kepala Misi Bantuan dari PBB untuk Irak mengatakan: "Lima hari kematian dan korban luka: ini juga harus dihentikan," demikian seperti dikutip dari BBC, Minggu (6/10).

Ia juga mengatakan, mereka yang telah bertanggungjawab atas hilangnya nyawa pada demonstrasi Irak harus dibawa langsung ke pengadilan.

Pemerintah Amerika Serikat juga sudah menyatakan keprihatinan dari kekerasan ini, dan mendesak pemerintah Irak supaya menahan diri.

Pada Sabtu 5 Oktober 2019, pasukan dari keamanan membubarkan unjuk rasa massa di timur Baghdad.

Lima orang dikatakan tewas dalam bentrokan yang terbaru di ibu kota. Pasukan keamanan yang telah kembali dilaporkan menggunakan peluru tajam dan juga gas air mata pada saat mengendalikan massa.


Komisi hak asasi manusia parlemen Irak mengatakan sedikitnya 99 orang telah tewas dan juga hampir 4.000 lainnya terluka sejak protes dimulai di ibukota pada hari Selasa pekan ini, dan kemudian menyebar ke selatan Irak.

Ini juga dipandang menjadi tantangan besar pertama untuk pemerintahan Perdana Menteri Adel Abdel Mahdi, hampir setahun sejak dia berkuasa.

Pihak berwenang sudah berusaha mengendalikan protes melalui jam malam dan juga pemblokiran internet.

Dan sempat diberlakukan di awal pekan ini, kebijakan jam malam di Baghdad sudah dicabut pada hari Sabtu. Tapi, kelompok-kelompok kecil pengunjuk rasa telah memperbarui aksi protes mereka.

Alun-alun Tahrir di kota sudah menjadi titik fokus protes, namun diblokir di hari Sabtu, menurut kantor berita setempat.

Sesi darurat parlemen, yang juga dikatakan akan membahas solusi dari tuntutan demonstran, gagal berlangsung dari yang dijadwalkan di Sabtu sore.

Beberapa stasiun televisi juga diserang, termasuk kantor saluran berita Al-Arabiya Arab Saudi.

Di Nasiriyah, demonstran juga telah membakar markas enam partai politik yang juga berbeda.

Menurut kantor berita AFP, ribuan orang juga telah berunjuk rasa di kantor gubernur di kota Diwaniyah selatan.

Para demonstran nampaknya tak memiliki kepemimpinan yang jelas pada saat ini, dan juga kemarahan mereka semakin meradikalisasi tuntutan mereka --BBC melaporkan.

Pada hari Jumat, Perdana Menteri Adel Abdel Mahdi berjanji akan menanggapi keprihatinan para pengunjuk rasa namun memperingatkan tak ada "solusi ajaib" kepada masalah Irak.

Ia mengatakan sudah memberikan dukungan penuh untuk pasukan keamanan, bersikeras mereka mematuhi "standar internasional" dalam berurusan dengan pengunjuk rasa.

Ulama Syiah yang paling senior di Irak, Ayatollah Ali al-Sistani, telah mendesak pemerintah untuk menanggapi tuntutan reformasi, yang menilai jika selama ini Baghdad "tak menjawab tuntutan rakyat untuk memerangi korupsi ataupun desakan apa pun dari masyarakat yang berada di lapangan."

Korupsi, pengangguran, dan juga layanan publik yang sangat buruk menjadi jantung ketidakpuasan yang juga dihadapi oleh anak muda Irak pada saat ini. Kerusuhan dimulai juga secara spontan tanpa kepemimpinan formal pada sebagian besar wilayah Syiah di selatan, dan juga dengan cepat menyebar.

Irak kini memiliki cadangan minyak terbesar keempat di dunia, namun 22,5% dari 40 juta penduduknya hidup dengan kurang dari US$ 1,90 (Rp 26.854) per hari pada tahun 2014, menurut Bank Dunia. Satu dari enam rumah tangga sudah mengalami beberapa bentuk kerawanan pangan.

Tingkat pengangguran ialah 7,9% tahun lalu. Dan hampir 17% dari populasi yang juga aktif secara ekonomi menganggur.

Negara ini memang berjuang untuk pulih setelah perang brutal kepada kelompok ISIS, yang menguasai sebagian besar utara dan barat pada tahun 2014.

Kondisi kehidupan sudah sangat mengerikan di banyak daerah yang juga

terkena dampak konflik, dengan layanan publik yang tak memadai.