Presiden Amerika Serikat yakni Donald Trump telah membatalkan
pembicaraan perdamaian dengan para pemimpin Taliban, yakni kelompok bersenjata
Afghanistan. Keputusan ini diambil setelah Taliban telah mengaku bertanggung
jawab dari serangan di Ibu Kota Kabul, Afghanistan, minggu lalu.
"Jika mereka (Taliban) tak bisa menyetujui gencatan
senjata selama pembicaraan damai yang sangat penting ini, dan juga bahkan membunuh
12 orang dan merasa tak bersalah, maka mungkin mereka tak memiliki kekuatan
untuk menegosiasikan perjanjian yang ada," ungkap Trump di Twitternya,
Minggu (8/9), menanggapi keterlibatan Taliban dalam serangan yang menewaskan sebanyak
12 orang, termasuk dari seorang warga AS.
Pernyataan Trump telah menyisakan keraguan akan masa depan
perjanjian Taliban dan AS. Kedua belah pihak juga mulai berunding sejak minggu
lalu. Di pertemuan tersebut, Zalmay Khalilzad, utusan khusus AS untuk
perdamaian Afghanistan, setuju supaya menarik ribuan tentara AS pada beberapa
bulan mendatang. Di saat yang sama, AS juga telah meminta supaya Taliban harus melakukan
gencatan senjata dan akan memastikan Afghanistan tidak menjadi sarang teroris.
Pihak Taliban kini sendiri belum mengeluarkan pernyataan untuk
menanggapi keputusan Trump. Tapi, diduga Taliban sendiri tak menyangka AS akan bisa
menunda perundingan damai. Dan bahkan, beberapa jam sebelum Trump mengupdate cuitannya,
seorang pemimpin senior Taliban mengatakan, sebuah kesepakatan perjanjian sudah
nampak dekat.
Reuters melaporkan, kelompok Taliban kini sudah menguasai
lebih banyak wilayah dibanding dari era kekuasaannya 2001 lalu. Pada sepekan
terakhir, serangan baru terjadi pada sejumlah kota di Utara Kunduz dan Pul-e
Khumri.
Dua bom bunuh diri besar-besaran juga telah terjadi di Ibu
Kota Kabul. Salah satu serangan bunuh diri yang telah merenggut nyawa Sersan
Satuan Angkatan Darat AS, Elis A. Barreto Ortiz (34). Kematian sersan yang berasal
dari Puerto Riko itu telah menambah daftar korban tewas pasukan AS di
Afghanistan total menjadi sebanyak 16 orang.
"Sangat tak membantu pada saat ini pada sejarah
Afghanistan untuk Taliban supaya meningkatkan kekerasan," kata Jenderal
Kelautan AS Kenneth McKenzie menanggapi gelombang kekerasan yang dilakukan oleh
Taliban selama proses perundingan damai telah berlangsung.
McKenzie mengimbau, semua pihaknya harus dapat berkomitmen untuk
penyelesaian konflik politik keduanya, supaya proses perdamaian bergerak maju. Dan
demikian, aksi kekerasan di Afghanistan bisa dikurangi.
Amerika dan Taliban juga mulai berselisih sejak pasukan AS
memasuki wilayah Taliban dan dapat menjatuhkan kekuasaan kelompok tersebut,
pada tahun 2001. Kedua pihak telah dikabarkan beberapa kali mencoba mengadakan
perundingan damai, tapi gagal.
Perjanjian damai ditujukan supaya mengakhiri konflik yang sudah
berlangsung selama 18 tahun itu. Taliban juga meminta AS menarik 14.000
pasukannya dan juga ribuan pasukan tentara NATO. Di sisi lain, Taliban juga harus
menjamin supaya Afghanistan tak lagi digunakan menjadi pangkalan militan untuk
melakukan serangan terhadap AS dan juga semua sekutunya.
Pada proses perundingan perdamaian berlangsung, Taliban juga
akan diminta menghentikan serangan. Namun Taliban menolak permintaan itu.
Sebaliknya, mereka justru ingin meningkatkan serangan di seluruh wilayah
kekuasaannya, termasuk daerah Pakistan yang telah menjadi tempat pelarian dari sebagian
anggota Taliban.
"Para pemimpin Taliban juga harus menunjukkan jika mereka
bisa menghentikan serangan. Jika tidak, lalu apa gunanya untuk mengadakan
negosiasi panjang dengan Baradar (Pemimpin Taliban di Afghanistan)," ujar seorang
diplomat Barat di Afghanistan, Kabul.
0 Komentar